Kondisi iklim di Indonesia seperti curah hujan dan suhu yang tinggi, menyebabkan tanah-tanah di daerah iklim tropis didominasi tanah berpelapukan lanjut seperti Ultisols . Tanah-tanah ini secara alamiah tergolong tanah marginal serta mudah terdegradasi menjadi lahan kritis. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan di Indonesia (Subagio et al. 2004). Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Berdasarkan data pada tabel 1 terlihat bahwa luas lahan kering masam ordo Ultisols yang terdapat di Provinsi NAD masuk katagori lima besar dari luasan kepulauan Sumatera.
Tabel 1. Penyebaran Tanah Masam Berdasarkan Ordo Tanah Di Sumatera
Provinsi Entisols Oxisols Ultisols
Ha
N A D 112.958 15.226 712.199
Sumut 137.141 79.789 1.524.414
Sumbar 55.910 355.113 1.224.880
Riau 121.416 465.588 2.191.601
Jambi 24.112 1.140.479 933.370
Sumsel 38.066 2.131.944 1.105.575
Bengkulu 24.531 16.166 705.161
Lampung 11.048 1.035.463 497.924
Bangka Belitung 69.933 689.306 496.405
Sumber: Mulyani et al. (2004)
Ultisols mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan bagi perluasan pertanian lahan kering di Indonesia, tetapi sampai sekarang pemanfaatan secara maksimal belum dilakukan karena mengingat beberap sifat kimia dan fisika yang buruk menyebabkan rendahnya tingkat kesuburan dan produktifitas tanah tersebut.
Kesuburan Ultisol umumnya rendah disebabkan oleh kandungan unsur N, P, K, Ca, Mg, S dan Mo yang rendah serta kandungan unsur Al, Fe dan Mn yang tinggi sering sekali mencapai tingkat yang berbahaya bagi pertumbuhan tanaman (Rohim dan Nursanti 2010). Hairiah et al (2000) menambahkan bahwa selain tingginya unsur Al, Fe, dan Mn pada Ultisol juga dapat mengikat unsur P menjadi tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman.
Menurut Rohim dan Nursanti (2010), Ultisols memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. pH rendah
2. Kejenuhan Al, Fe dan Mn tinggi
3. Daya jerap terhadap fosfat kuat
4. Kejenuhan basa rendah
5. Kadar bahan organik rendah dan kadar N rendah
6. Daya simpan air terbatas
7. Kadalaman efektif terbatas
8. Derajat agregasi rendah dan kemantapan agregat lemah
Kekahatan fosfar merupakan salah satu kendala terpenting bagi usaha tani di lahan Ultisols. Hal ini karena sebagian besar koloid dan mineral tanah yang terkandung dalam Ultisols mempunyai kemampuan menyemat fosfat cukup tinggi, sehingga sebagian fosfat dalam keadaan terikat Al dan Fe dan tidak tersedia bagi tanaman (Hasanuddin dan Ganggo, 2004).
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa ciri utama Ultisols adalah tingkat produktivitas lahan yang rendah untuk beberapa tanaman pangan utama seperti padi, kedelai dan jagung. Adapun salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas Ultisols dengan pemupukan.Di antaranya dengan mengaplikasikan kompos Tithonia diversifolia dan pupuk kandang.
Kompos Tithonia diversifolia dibuat dari bahan bagian tanaman yang merupakan tanaman gulma. Tanaman ini bernama Tithonia tumbuh semak di pinggir jalan, tebing dan di sekitar lahan pertanian.
Menurut Hartatik (2007), mengatakan bahwa kompos Tithonia diversifolia mengandung unsur hara yang tinggi terutama N, P, K yaitu 3.5%, 0.38% dan 4.1% selain itu juga dapat meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd serta meningkatkan kandungan P, Ca dan Mg. Hakim dan Agustian (2003), menambahkan selain itu juga dapat meningkatkan kesuburan tanah sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar